Guna mengembangkan energi baru terbarukan (EBT), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bekerjasama dengan Pemerintah Kalimantan Tengah. Penandatanganan nota kesepahaman di Jakarta, pada Senin (13/7/15).
Sudirman Said, Menteri ESDM mengatakan, persiapan kerjasama sudah cukup lama. “Ini baru awal dari upaya panjang, tetapi harus dilakukan. Jangan hanya MoU, karena itu diteruskan dengan kerjasama. Dokumen lebih detail mengatur jadwal bagaimana ke depan termasuk pelibatan badan usaha,” katanya.
Salah satu wujud kerjasama, sudah ada percontohan menggunakan lahan 35 hektar di Kabupaten Pulang Pisau dan Katingan, Kalteng, dengan pembiayaan awal menggunakan APBN. Di sana, kata Sudirman, akan ditanam kemiri sunan, jagrofa dan lain-lain. “Masih diteliti lagi. Begitu penandatanganan kerjasama ini, langsung dijalankan.”
Dia mengatakan, tantangan Indonesia saat ini mengintegrasikan hulu produksi bahan baku dengan hilir pengguna EBT. Selama ini, kegagalan pengembangan biofuel karena kedua hal ini tidak terintergrasi.”Penandatanganan ini langkah mengurai sumbatan selama ini dan bukti pemerintah serius mengembangkan EBT.”
Tahun 2014, katanya, peningkatan bauran energi nasional disumbang 41% minyak bumi, 30% batubara, 23% gas dan EBT hanya 6%. Target tertuang dalam PP nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional pada 2025 sebesar 400 MTOE (Millions Ton of Oil Equivalent) dengan rincian 25% minyak bumi, 30% batubara, 22% gas dan 23% EBT. “Lima atau enam bulan lalu saya sudah berbicara bahwa kita ingin ada proses pengarusutamaan menseriuskan pengembangan EBT.”
Di banyak negara, katanya, jangankan tak punya energi fosil, bahkan Saudi Arabia dengan cadangan minyak masih 200 tahun lagi, investasi besar-besaran pada energi terbarukan. Mereka bekerjasama dengan lembaga Amerika membangun laboratorium pengembangan EBT.
“Padahal cadangan minyak melimpah dan biaya juga murah. Mereka sudah berpikir ujungnya EBT. Eropa yang tak memiliki cadangan energi fosil, sudah lebih maju soal EBT. Saya kira kita tak boleh ketinggalan. Mumpung masih memiliki cadangan energi fosil. Ketika pengembangan tak merasa panik.”
Kerjasama ini tak hanya dengan Kalteng. Kementerian ESDM sedang menyiapkan dengan daerah lain, seperti Kaltim, Sulsel, NTT, Papua dan Papua Barat.
Buka hutan?
Sudirman menepis, kekhawatiran pengembangan industri biofuel menyebabkan pembukaan hutan. Menurut dia, pengembangan biofuel tak akan merusak lingkungan karena menggunakan lahan terdegradasi.
“Konsep keberlanjutan harus diterjemahkan ulang. Keberlanjutan adalah kondisi menghilangkan ketergantungan terhadap impor. Fokus pengembangan di dalam negeri. Juga di lahan terdegradasi.”
Dia mengatakan, ada puluhan juta lahan terdegradasi yang sudah diidentifikasi BP REDD+, dulu. “Angka 70 juta hektar itu lahan kritis dan terdegradasi yang mau tidak mau harus recovery. Ini tantangan ditanami yang menghasilkan energi terbarukan.”
Sudirman mengatakan, tak mungkin pemerintah bekerja sendirian tetapi harus dengan pemda, dunia usaha, dan lembaga lain.
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, nota kesepakatan bersama ini berlaku lima tahun dan bisa diperpanjang.
Kementerian ESDM juga mengeluarkan Permen Nomor 12 tahun 2015, tentang penyediaan, pemanfaatan dan tata niaga bahan bakar nabati sebagai bahan bakar lain. Melalui permen ini, katanya, ada ketentuan mensyaratkan persentase pencampuran biodisel 15% pada 2015 menjadi 30% pada 2025. Lalu, pemcampuran bioethanol 2% pada 2015 menjadi 20% (E20) pada 2025. Ini diklaim sebagai wujud dukungan bagi pengembangan EBT.
Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang mengatakan, penandatanganan MOU dan NKB merupakan suatu rintisan. Suatu langkah awal berjenjang, komprehensif menuju kerjasama harmonis.
“Ada sinergi antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten. Kita berharap ini bukan hanya kerjasama antarpemerintah pusat dan daerah juga melibatkan masyarakat.”
Menurut dia, Kalteng, sudah mempunyai studi awal komprehensif soal ketersediaan lahan, bagaimana mengolah, dan apa yang akan ditanam. Termasuk bagaimana memelihara, dan rantai produksi.
“Kita berharap ini jadi contoh mengembangkan bioenergi akan datang. Nanti menggunakan lahan kritis bekas penambangan masyarakat agar produktif. Berharap ini berguna untuk masyarakat dan negara.”
Dia mengatakan, ada beberapa alternatif tanaman seperti tanaman pagar, tebu, jagung dan macam-macam. Saat ini, katanya, baru inventarisasi disesuaikan kontur tanah.
Pengutip; Heri Pasiman, A.Md
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan guna evaluasi terhadap apa yang kami lakukan